Assalamualaikum wr. wb
Anton melaporkan untuk IRPS
Jumat, 8 Februari 2008, seperti yang sudah dijadwalkan IRPS mengadakan penelusuran jalur mati Bantul-Yk, Yk-Parakan, dan Wonosobo-Purwokerto Timur (SDS). Karena baru bergabung setelah sholat Jumat, tidak ada yang dapat saya ceritakan mengenai jalur Bantul-Yk. Tugas dari kampus menahan saya sampai siang, ketika Mas Bagas dengan rendah hati mau menjemput saya dikampus. Awalnya si pengen naik motor, tapi setelah tau bahwa mobilnya masih cukup akhirnya ikut mobil. Mas Bagas dengan “motor inventaris” mengantar saya sampai “Stasiun Jombor”. Disana sudah menunggu Pak ADL, Mas Fajar, Mas Ersta, Pak Ito, Mas Zudi, Mas Yuda, Cak Aryo, Mas Kris, dan tentu saja Mbak Dita, tendernya Kangmas Bagas, hehehehehe… Rombonganpun berangkat dari Jombor. Sepanjang Jalan Magelang ke Sleman, mata memandang ke arah tepi kiri jalan, dimana dulunya jalan rel ada di sana. Kami berhenti sejenak di depan Markas Polsek yang dulunya adalah Stasiun Mlati. Jeprat-jepret, dan Mas Kris tidak lupa membuat catatan-catatan. Memasuki kota Sleman, kami keluar dari jalan utama ke Jalan Gunung Merapi yang konon (memang ding) dulunya adalah Jalan rel. Dilihat dari bentuk lengkungnya memang khas lengkung jalan rel, dimana jari-jari lengkung besar, namun jarak pandang tidak terlalu panjang.
Setelah melewati Underpass, kami berhenti untuk melihat sinyal masuk (Alkmaar, tiang bulat bukan frame baja). Sinyal tersebut masih berdiri gagah menyambut kami meskipun bagian lengannya berada ditengah-tengah rimbunnya daun bambu. Yang agak membuat saya bingung adalah gradien tanjakan jalan raya yang terlalu curam untuk jalan rel. Menurut pendapat teman-teman si, itu karena sudah dilakukan pekerjaan tanah sehingga kelandaian aslinya sudah berubah karena ada pekerjaan mungkin dalam rangka peningkatan underpass. Ada sinyal masuk pasti ada Stasiun Beran, ya tidak jauh dari situ memang ada stasiun yang sekarang berfungsi sebagai koramil (Mas Fajar dari dulu pengin moto gak berani). Ternyata setelah Pak ADL minta ijin secara baik-baik, kami dipersilakan untuk mengambil gambar dan Mas Kris pun beraksi mengorek info. Di sana terdapat sisa pengendali sinyal yang aslinya berada di ruang PPKA, namun sekarang diletakkan di pojok utara timur bangunan sebagai “tetenger” atau penanda/pengingat.
Perjalanan dilanjutkan ke Jembatan Kali Bedog. Jalan rel berada di kiri jalan, dan elevasinya lebih tinggi dari jalan raya. Jembatan Kali Bedog tampak anggun dengan konstruksi “through truss” <jembatan rangka di mana jalan rel lewat di tengah-tengahnya>. Kami mulai mengabadikan dari pendekat sisi utara, kemudian baru dari pendekat sisi selatan. Setelah dari sini, kami lewat di dekat ex-Halte Sleman yang kini ada tugu segitiga <piramid> bertulis Sleman Sembada. Perjalanan dilanjutkan menuju Stasiun Medari. Kami masuk gang dulu kemudian menyeberang sungai lewat jembatan yang dulunya adalah jembatan jalan rel. Setelah jembatan, terdapat tanah yang cukup lapang dan kami melihat bangunan gudang dan stasiun. Setelah puas moto dan melihat-lihat, rombongan menuju ke Tempel, ada stasiun dan tentu saja Jembatan Krasak.
Stasiun Tempel tidak jauh dari Pasar Tempel. Untuk kesana, dari jalan besar, ambil jalan kecil ke kekiri sebelum naik ke Jembatan Krasak. Stasiun ini sekarang menjadi TK, hehehehe. Meskipun demikian, masih kencang aroma stasiunnya, karena ada tulisan Pemimpin Perdjalanan KA, ada gudang di dekatnya serta ada Menara Air. Di belakang gudang, rel-rel bekas dimanfaatkan untuk menjadi garis lapangan badminton dan jembatan. Sisa rel dan wesel juga masih dapat dilihat di dekat gudang pada saat trekking.
Selanjutnya menuju Jembatan Krasak. Ternyata untuk kesana harus masuk dulu ke Pasar dan eng-ing-eng ternyata salah jalan mentok tembok. Akhirnya balik lagi dan ketemu jalan yang benar. Jembatan Krasak pernah terkena banjir lahar yang menghanyutkan 1 bentang. Gara-gara jembatan ini patah, maka KA dari Yk hanya sampai Tempel tidak bisa lanjut ke Magelang pada masanya dulu. Jembatan ini cukup panjang sebenarnya. Jembatan ini sekarang tampak berada di antara kebun salak. Setelah menyeberangi Jembatan Krasak, kami masuk wilayah Magelang a.k.a Jawa Tengah.
Setelah Masuk Jawa Tengah, objek pertama yang dituju adalah Stasiun Tegalsari. Agak sulit mencari stasiun ini. Mencari lokasi rel menyeberang jalan juga tidak kalah sulit, yang jelas tiba-tiba jalan rel sudah di sisi kanan (arah ke Semarang). Stasiun Tegalsari sudah berubah menjadi warung soto. Naluri railfan mengantarkan kami pada lokasi yang tepat. Bentuknya bisa dikatakan masih tetap, meski menjadi warung soto.
Lepas Stasiun Tegalsari, kami menuju Jembatan Kali Pabelan. Disekitar Kali Pabelan ada 2 jembatan, yang satu menyeberangi Kali Pabelan yang satunya sungai kecil yang saya tidak tau namanya (Ternyata kemudian Penulis ketahui bahwa 2 jembatan tersebut adalah Jembatan Kali Pabelan, karena sungainya berpindah akibat banjir lahar dingin). Jembatan Kali Pabelan berupa jembatan deck truss, artinya jalan rel lewat di atas struktur. Sedangkan jembatan yang lebih kecil mirip dengan jembatan Kali Bedog, tapi lebih kecil lagi. Jembatan Kali Pabelan sekarang digunakan warga untuk sarana penyeberangan dengan memasang bantalan secara rapat sehingga lebih mudah dilalui baik pejalan kaki, sepeda, maupun sepeda motor. Yang menarik dari strukturnya adalah bentuknya yang trapesium, yang menurut juragannya jembatan <Cak Aryo> unik.
Dari Kali Pabelan, perjalanan dilanjutkan menuju Stasiun Blabak. Stasiun ini juga sudah berubah fungsi jadi warung dan tempat jualan pulsa. Namun, posisi stasiun ini sangat jelat terlihat. Alignment jalan raya jelas menghindari kompleks emplasemen stasiun ini. Stasiun Blabak ini memiliki 3 sepur, dan merupakan stasiun pulau. Dulunya stasiun ini digunakan untuk mengangkut (bongkar muat) ke Pabrik di Blabak (Pabriknya masih ada, yaitu Pabrik Kertas Blabak,, dulu ada jalur menuju ke Pabrik atau gudangnya,, ). Sisa timbangan masih ada.
Kompleks emplasemen sekarang menjadi pasar, tempat jualan tahu kupat (pengin banget makan tahu kupat pas trekking tapi takut ditinggal), dan tempat mangkal angkot eh angkudes.
O iya Tahu Kupat merupakan makanan Khas Magelang, dan berasal dari daerah Blabak ini,, salah satu tahu kupat yang menjadi favorit Penulis di Blabak adalah tahu kupat DOMPLANG (papan namanya ga ada hehehee,,) yang katanya si Pionir per”tahu kupat”an di daerah Blabak,, warungnya kecil, sisi kiri Jalan Jogja – Magelang (arah ke Magelang) setelah Pertigaan Blabak, ciri-cirinya warung kecil, rame mobil. (bukan promosi,, tp emang enakkkk)
Dari Stasiun Blabak,, lanjut ke arah Kota Magelang. Karena kontur tanahnya, Dari setelah Stasiun Blabak, jalan kereta api akan melalui lengkung besar, untuk menyiasati gradien/turunan dan tanjakan. Jalan kereta api yang tadinya di kanan jalan, akan menyeberang jalan raya dan semakin menjauhi jalan raya dan melalui lengkung besar untuk turun sampai pada Jembatan Kali Elo (tempat RAFTING). Di sisi kiri jalan akan kita temui Jembatan Kali Elo, yang bersebelahan dengan Jembatan Jalan Raya,, (ada 3 jembatan bersisian). Dari sini, Jalan Rel akan melalui lengkung besar kembali untuk naik/menanjak.
Lanjut dari Blondo, perjalan mencari Stasiun Mertoyudan. Tidak sulit mencarinya, karena berada di tepi jalan. Stasiun ini dicat biru karena pernah dipake ma PDAM untuk gudang atau kantornya. Tidak jauh dari situ, dapat dilihat sinyal masuk yang sekarang menjadi tambatan spanduk, miring deh….
Akhirnya perjalan sampe di Stasiun Magelang Kebon Polo. Lewat by pass, akhirnya sampai ke sana. Eh jangan ketipu ya ma tanggul tinggi di sisi jalan, itu bukan jalan rel tinggi, tapi saluran irigasi. Mau masuk ke Stasiun Kebon Polo harus muter dulu, karena veerboden. Stasiun ini sekarang menjadi tempat mangkal angkot Magelang. Tetenger yang masih tersisa adalah gerbong CR warna ijo tua yang nongkrong manis di timur (sebenernya kira-kira aja, soalnya buta arah) stasiun. Logo Wahana Daya Pertiwi masih tampak di dinding di sisi yang ada CR-nya.
Dari Stasiun Magelang kebon Polo, kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Stasiun Secang. Dalam perjalanan ke sana, di sisi kanan jalan raya, jalan rel lewat di jalur tinggi. Di daerah Payaman, dapat dijumpai rel yang menembus gunungan rumah lho…. Sebenarnya di situ terdapat Stasiun Payaman (menurut Pak ADL). Namun, sulit untuk menemukannya.
Ternyata setelah melewati daerah Payaman, jalan agak sedikit macet, karena eh karena ada truk bermuatan susu terguling, banyak susu berceceran (koq OOT). Akhirnya sampai di Stasiun Secang sekitar Jam 5 an. Hujanpun mulai menetes tapi tidak menyurutkan niat untuk melihat-lihat dan foto-foto. Stasiun ini termasuk stasiun besar dengan 5 sepur (CMIIW). Percabangan jalur ke Parakan dimulai di Stasiun Secang ini. Stasiun ini sekarang menjadi markas LVRI. Di depannya ada Koramil juga (maka setiap lewat koramil ada keinginan untuk memoto, sapa tau bekas stasiun, hehehehehe….). Disini kita ketemu dengan Pak RT setempat yang alhamdulillah bisa sedikit cerita mengenai jalur ini pada masa jayanya. Pak RT tertarik pada kegiatan kita karena kata beliau warga merasa agak takut digusur soalnya kita dikira sedang survei dalam rangka menghidupkan kembali jalur (Huaaa….).
O ya di Secang kita sempat lewat Mataram Sakti (apa hubungannya ya Cak Aryo??). Dari Secang mampir lagi di stasiun, tapi stasiun pengisian bahan bakar umum untuk ngisi “HSD lori” sholat dan istirahat sejenak. Dan perjalanan dilanjutkan. Rel yang tadinya berada di sisi kiri jalan menyeberang ke sisi kanan. Saya sempat “deja vu” saat melihat SPBU sehingga menyangka di balik rimbunnya jagung terdapat jembatan jalan rel. Namun setelah ditunjukkan Mas Bagas, bukan SPBU itu tetapi SPBU lain di jalur Semarang -Temanggung. Ternyata jalan rel di situ memutar sebegitunya mungkin untuk memperoleh kelandaian yang disyaratkan.
Selanjutnya menuju ke Temanggung. Di perbatasan antara Magelang-Temanggung kami berhenti di Jembatan Kali Progo untuk memotret jembatan jalan rel yang posisinya lebih di hilir dari posisi jembatan jalan raya (sebelah kiri jalan jika berjalan ke arah Temanggung). Agak susah mendapatkan gambar yang bagus karena sudah menjelang maghrib.
Lepas dari situ, tidak jauh dari situ, terdapat viaduk sehingga jalan rel sudah menyeberang dari kiri jalan ke kanan jalan (memang jalur di sini agak sulit diprediksi) Akhirnya sampailah juga kami di dekat Stasiun Temanggung. Dalam perjalanan ini, Cak Aryo ternyata mendapat panggilan dinas sehingga harus segera kembali ke Bandung, dan tidak dapat meneruskan trekking ke Purwokerto Timur. Sebelumnya sampai stasiun, kami sempat memoto bekas jalur yang kini menjadi kolam renang dan sekolahan. Namun, bekas dudukan sinyal tebeng masih terlihat jelas.
Sekitar pukul 6.15 kami sampai di ex-Stasiun Temanggung yang kini menjadi salah satu kantor milik Pemda Temanggung. Pengambilan gambar agak kurang maksimal karena sudah malam. Di depan kantor, jalan raya tampak datar, yang artinya dulu merupakan jalan rel menuju ke Parakan. Dalam keadaan agak gerimis dan sudah gelap, kamipun melanjutkan perjalanan ke Parakan. Kami sampai di Stasiun Parakan sekitar jam 7 malam. Diiringi gonggongan anjing dan hujan yang menderas serta dibantu sorot lampu AE 74ZZ, kami melihat-lihat dan memotret Stasiun Parakan yang masih difungsikan sebagai sub divisi properti dan periklanan seksi properti 6 Yogyakarta. Setelah dari Stasiun Parakan kami memoto jembatan yang sudah putus. Mas Fajar bilang ada penampakan, mungkin “mereka” bingung melihat tingkah kami yang sudah malam-malam begini ujan-ujanan moto jembatan putus lagi.
Dari Parakan, kami kembali ke Temanggung ke rumahnya Mba Dita. Diperjalanan kami sempat melewati sebuah overpass jalan rel. Alhamdulillah makan malam telah disediakan di tempat Mba Dita sehingga kamipun dapat mengembalikan tenaga dan beristrirahat sejenak. Dari sini kemudian rombongan terpecah menjadi 2, 1 rombongan menuju penginapan, sedangkan yang satunya kembali ke Yogyakarta. Mas Ersta yang tadinya mau ikut ke Purwokerto ternyata malah balik (ternyata dia nyesel banget lho, mpe nyusul lagi besoknya). Yang tersisa dari rombongan hanya Pak ADL, Mas Kris, dan saya sendiri. Namun, Kang Asep yang sudah otw dari Surabaya siap bergabung, dan Mas Adit Schu yang sudah di Pwt siap “mapag” di Wonosobo atau Banjarnegara. Setelah berpisah, kami diantar oleh Ibunya Mba Dita dan Mas Bagas menuju penginapan. Akhirnya saya tertidur dengan cepat di depan TV karena cape. Perjalanan berlanjut esok…. Maturnuwun sanget kagem Kelurga Mba Dita dan Mas Bagas di Temanggung atas akomodasinya. Maturnuwun dan mohon maaf juga kepada semuanya dan juga “semuanya” (yang membuat catatan kita semakin tebal di buku hitam, hehehehe…..) Thanx to God, ALLAH SWT atas kemudahan dan keselamatan kami selama trekking, Alhamdulillah perjalanan kami berjalan lancar.
Crita ra nana tugele, mlaku terus, kesel toli macane, mbokan diwei gambar apa kepriben, ra nggenah babar blas
hoo kie, potone ndi???
*aku raiso mbanyumasan *
sebenere aku rung bisa upload foto ben inline karo text, wakakakaak.. trus durung di resize juga..hihihihi
tek sinau disit, apa kowe bisa ngajari aku? Maturnuwun Mas Arex
Mas saya ingin tahu hasil penelusuran jalur mati Bantul – Sleman, plus foto-fotonya. Saya cuma tahu eks stasiun Palbapang, eks stasiun Ngabean, dan bekas sinyal masuk Ngabean.
Hmmm… Lum sempet upload ni, masi sibuk di Pedalaman Kalimantan
Disini g da jalan kereta buat ditelusuri, hiks hiks..
wah seneng aku mas kamu kreatif menyusuri rel, aku orang tempel kebun salak itu paling miliku. mau pesen salak pho???????????? hehehehehehe
Mungkin Mas, hehehehehe
Wah dah kangen salak ni, di Kalimantan ga ada salah
walah,inggih niki tulisane kakean,marai males mocone…hehehhe….
aku mbiyen nate nyusur rel seng nang parakan bar bali saking pasar manuk…..
matur nuwun….
Koq ya didelok ya.., 😛
Memang belum sempet saya arrange lagi, dengan gambar-gambar, matur nuwun sanget masukannya
saya akan sempatkan sedikit demi sedikit, biar lebih enak diliatnya
mas,kayane tasih kurang,,,,jarene ,biyen jg ono stasiun muntilan…
kasih poto sing akeh doooonk…
aku menghayal seandainya jalur KA. yang sudah mati itu diidupin kembali…. waaah…. betapa senengnya… masyarakat jalur tengah sebetulnya sudah lama sekali merindukan alat transportasi yang satu ini, karena disamping ekonomis, juga perjalanananya bisa melihat pemandangan yang berbeda dari biasanya….harapanku kapan bisa terlaksana ya….
mohon dipertimbangkan … tuh kereta api khususnya di jalur tersebut bisa diidupin lagi…. pasti meriah aaattuuuhh….banyak sejarah, maupun kisah yang pernah berkaitan dengan jalur tersebut … yang jelas jalur itu penting sekali pada waktu jaman perjuangan kakek kita….
lha ngendi si gambare stasiun ra nana babar blasss
Saya termasuk yang ‘sedih’ jika melihat rel kereta api di ganti jadi jalan raya, seperti yang ada di depan rumah saya ” jl bantul yogya”, Kapan ya jalur kereta itu hidup lagi ???
sebagai contoh
serta jalur purworejo-kutoarjo yang hidup kembali meski sempat mati 20-an tahun…
kapan ya jalur jalur mati lain hidup kembali…
ada yang punya map-nya jalur kereta api jaman dulu???
Ihhhh…… kapan juga ni realisasi pak sultan… katane mo bkin hidup lagi kereta jogja magelang
asik itu mas, banyak cerita dan kehidupan disekitar stasiun. kehidupan malam yang tidak pernah mati, contohnya stasiun bantul (aku tinggak disekitarnya), tiap maghrib, setelah sepur ga boleh jalan lagi, disitu digunakan untuk jualan gorengan, sayur dan nasi (dulu sering diajak bapak jajan), ada lagi yang jual ayam goreng khas ndeso dan bakmi atau nasi goreng dan godok.
waktu SD sering berangkat ke sekolah jalan meniti rel bersama teman2, kalo tidak salah lupa2 ingat karena masih kecil, sering lihat sepur jalan dari stasiun palbapang ke stasiun ngaben (jogja). dulu kalo wong mbantul mau lihat gerebeg di kraton, pasti naik kereta menuju kota yogya.
sekarang dah ditutup aspal
Jayapura , 19 Februari 2009
Waduh ,kangen sekali nyusuri rel dari Purwokerto – Temanggung – Magelang – Yogyakarta.
Aku suka sepur sejak kecil di Jember.Suka naik sepur klutuk (Ndase pakai kayu jurusan Jember-Bondowoso-Situibondo-Panarukan.item banget tahun 1975-an seneng sekali tapi sejak tahun 2005 jalur sepur tsb dihentikan dan sekarang relnya hanya dirawat rapi)Lha kalau pergi ke Banyuwangi pakai sepur klutuk terus lewat terowongan Mrawan lk 3 menit mungkin ini terowongan terpanjang di Jawa selalin terowongan Ijo atau Brantas Malang.Kota kecil di Banyuwangi juga ada petilasan sepur dari Banyuwangi Rogojampi (Cabang bisa ke Jember)-Srono (Muncar pelabuhan ikan terbesar ke-2 se Indonesia)-Benculuk -Jajag.Sisa-sisa rel tsb masih ada membekas di sana.Begitu juga seperti jalur Purwokerto-MagelangSenang sekali kalau ingat masih kecil lari naik turun sepur lagi langsir di stasiun.
Selamat apabila PT KA membuka jalur di Ambarawa sesuai pertama kali dibuka jalur KA jaman belanda.
Salam dari Jayapura .Kapan ada sepur ya…..
Herman
mas,minta data tentang jalur lama bantul-jogja-sleman-,magelang kemana ya?
pengen mbuat denahnya nich..
NICE BLOG VISIT OUR BLOG PLEASE…
Updated 18 April 2012, hehehe enjoy pics..
senang juga baca artikel ini saku tunggu selanjutnya
Kalau menurut perkiraan saya pindahnya rel dri kiri jalan ke kanan jalan stelah daerah tempel itu di skitar lampu merah pertigaan semen..
Waktu mau ke Candi Borobudurpun Akupun juga Melihat JEMBATAN MISTERIUS di Kiri jalan dan Agak Jauh.
Mas, seru nih artikel nya. sangat bermanfaat. kalau boleh dipost lagi hasil penelusurannya. terima kasih
oke om…ternyata temanggung sudah disini, td bacanya dari sebelah….istimewahhhhhhhhh….
good info mas, ane juga seneng share info ttg kereta api,jadi tambah info..
ijin share boleh yo mas..
makasih
mantap infone wlo masih kurang lengkap karena setasiun muntilan tidak i bahas
siiiipppp…..UAPIKKKK TENAN !!!!!!!!!!!!!!!!
good traveller. jalur Ambarawa – Grabag, Magelang khusus jalur aktif bedono memprihatinkan
Antara Stasiun Mertoyudan, dan Stasiun Kebon Polo sebenarnya masih ada alagi stasiun besar mas… Stasiun Kota,…. yang fungsinya dulu kbarnya juga sebagai bengkel lokomotif dan sepur. Letaknya kira-kira di sebelah selatan Pasar Rejowinangun Magelang. Saya juga agak bingung nyari bekas jlaur relnya. Cuman kalau ga salah salah satu bangunan bekas stsiunnya sekarang jadi Sekolah 3 Bahasa. Masih kekar dan gagagh..
Saya bukan orang Magelan soalnya, cuman sempat melihat beberpa klai dulu KA berjalan di depan komplek pertokoan Muntilan. oh Ya Satsiun Muntilan juga besar mas… letaknya di Terminal Bus Muntilan.dulua jaman kuliah di JOgja staisun ini masih terlihat jelas sekali dari pinggir jalan raya. Jembatan Kali krasak putus tahun berapa ya .. apa tahun 1975 ya… mohon info….